Selasa, 22 Juli 2008

Jaminan sebuah Perkawinan?


Tulisan di bawah ini adalah kutipan dari sebuah diskusi di Mailinglist Apikatolik.
Semoga bermanfaat bagi para pembaca....

Untuk para milister Apik mohon ijin tulisan ini kami muat pada Blog ini....................
====================================================================

Rekan-rekan terkasih,

Dalam pendampingan para calon pasutri (kursus persiapan menikah dan penyelidikan kanonik), saya selalu melontarkan pertanyaan pertama begini, "Apakah yang Anda cari dalam hidup perkawinan dan keluarga? Mengapa kalian mau menikah?" Jawaban yang paling sering muncul, "Romo, saya ingin hidup bahagia!" Terus saya tanyakan lebih lanjut, "Siapa yang membahagiakan dirimu?" Dengan lantang mereka akan mengatakan bersama, "Jelas kami berdua Romo, kan kami mesti saling membahagiakan". Ehmm kalau begitu, aku Tanya lagi, 'Sampai kapan Anda akan saling membahagiakan?"...Calon pasutri pun serentak menjawab, "Selama-lamanya Romo!"...Aku tersenyum dalam batin,
"Ehmmm begitu bersemangat dan yakin gitu." Lalu aku tanya lagi, "Mbak dan Mas, siapa yang menjamin kalau kalian bisa saling membahagiakan satu sama lain, bahkan selamanya? Kalau kalian mau hutang uang di Bank, atau BPR, pasti ada jaminan, misalnya sertifikat tanah, dst...tapi kalau kalian mau menikah dan berniat saling membahagiakan selama lamanya lagi, apakah yang menjadi jaminan Anda semua, bahwa kalian mampu saling membahagiakan? Nah supaya "seru", silakan teman-teman sharing.....bagi yang berstatus yang belum nikah, sudah nikah....atau yang tidak nikah !!

salam hangat,

bslametlasmunadipr

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Mo,
aku malah mau tanya,"Emangnya pake jaminan?" Bukannya perkawinan itu seperti halnya hidup ini sendiri: kita berelasi dengan Tuhan. Bahagiaku ya pilihanku. kalo aku pilih untuk memelihara hati yang ungsreg sirik bin dengki ya mau kawin,
mau hidup bakti, mau jomblo yaaaa... gimana bahagia? itu kan sebabnya kita diberitahu bahwa kasih itu sabar, tidak cemburu dll. Katakan kawin, lalu kita sabar terhadap pasangan ntar kan bahagia.lha hidup bakti ato jomblo kalo sabar juga kan bahagia.

so, kalo ditanya apa jaminannya.... hihihi... aku ngaku bodoh aja deh .... aku gak pake jaminan apa apa sih...aku tidak bisa membuat suamiku bahagia, tapi bahwa dia bilang dia
bahagia jadi suamiku yaaaa... rasanya itu sih pilihan hatinya aja. lha wong aku nggak masak, gak beres beres, gak ngurus dia koq ya dia bilang bahagia kan ya berarti dia menerima keadaanku yang di bawah standard itu untuk kebahagiaan hatinya sendiri. kalo dia gak bisa terima kan dia jengkel dewe to... wong ya aku gini gini aja.

aku menjalankan perkawinan yang salah ya?!?!? hehehheeh.... boleh mengajukan pembatalan gaaak?!!?!? huahahahahhahahahahaaaaa....MAKSUD LOE?!!?!?

Salam, rin

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Dear All,

Saya sudah married jalan 5 tahun. Selama hidup pernikahan kami banyak sekali diwarnai yang disebut dengan romantika kehidupan. Mulai dari merasakan 'nikmatnya' di PHK setelah abis married, kemudian merasakan berjuang bersama-bersama buka warung buat menghidupi keluarga. Juga saat bersama-sama mendampingi istri saya untuk konselling dalam proses penyembuhan problem2 di keluarga kami. Sekarang saya baru bisa merasakan arti dari pernikahan itu dan bisa merasakan kebahagiaan di saat kami menghadapi masalah secara bersama-sama dan memetik hasil yang manis dari perjuangan kami itu.

Kehidupan kami memang masih jauh dari cukup. rumah masih ngontrak, mobil pinjeman dari ortu, tahun depan anak kami mau sekolah, kami masih belon punya dana. Namun kami sekarang jauh lebih bahagia, karena sejak berbagai cobaan yang kami alami, kami jadi lebih menghargai waktu2 untuk kebersamaan, berdoa bersama, rekreasi bersama walaupun cuman terbengong2 di kebun teh. bagi kami saling membahagiakan berarti pada saat salah satu diantara kami ada yang sedih atau sakit, yang lain tidak meninggalkan dan rela berjuang bersama walau harus mengorbankan waktu dan kesenangan pribadi.

Salam

Stefanus Gunawan

-------------------------------------------------------------------------------------------------

ikutan ah..

klo menurutku sih, itu yg namanya "Cinta adalah kata kerja, bukan kata sifat
ato kata benda apalagi kata keterangan". jadi jaminannya ya si cinta sebagai
kata kerja itu.

aku cinta kamu = seberapa giat aku membuat rasa cinta itu menjadi tindakan
nyata. cinta di mulut dan cinta di dalam hati ya ndak ikutan dihitung, wong
tidak menjadi kegiatan "cinta".

kegiatan cintanya apa aja? ya mulai dari mesra2an jaman pacaran sampe saling
mendengarkan to? klo orang bilang pas mau cerai "kami ga cocok" mungkin maksudnya "kami ga bisa saling mendengarkan". kan prinsip public listening yang Mo Met pernah
posting itu

soale klo ada orang bilang, "mungkin ga jodoh" padahal udah merid bertahun2 kan jadi lucu. trus bolak-balik kawin cerai nyari jodoh sejatinya yg dr Tuhan yang mana. halah!

jujur, aku juga pernah di titik nadir perkawinan. inti masalahnya bukan udah
ga cinta lagi. boong lah klo ada cinta yang luntur. knpa jaman pacaran bisa ga luntur? masalahku adalah aku merasa tidak didengarkan. dan setelah si hubby-ku itu belajar mendengarkan, semua ok2 aja tuh.

satu lagi Mo yg bisa jadi masukan. maaf ini bukan porno2an, tp ini uji coba yang aku jalanin sendiri dan berhasil baik. paradigmanya klo lagi brantem kan si istri emoh nglayani suami. toh lagian libido perempuan kan cenderung lebih rendah. sekarang aku balik. aku juga punya hak untuk minta dilayani. jadi rasa marah dan "prokreasi" itu
dipisahkan. emang klo marah blm baikan trus berhubungan knapa? kan bukan seperti abis membunuh trus terima komuni?

kira2 ya seperti one night stand. malahan kadang kita pake tutup mata ato bayangin bintang film idola. knapa ga boleh one night stand sama pasangan sendiri? diluar masalah berhubungan sama pasangan tapi bayangin orang lain = selingkuh emosional, namanya selingan supaya energinya tersalurkan. ribut ya ribut, berhubungan ya berhubungan. abis itu ribut lagi ya biar aja. Yang penting energinya daripada untuk teriak2 kan mending untuk "olahraga". hehehe...

para istri biasanya terperangkap dengan pikirannya sendiri "ngambek ya ngambek". masa berantem trus berhubungan? gengsi dong. ogah ah. enak aja! setelah aku jalanin beberapa kli, toh paginya aku malah bisa jauh lebih adem. nyelesaiin masalahnya juga bisa jauh lebih enteng. efek sampingnya, kata temenku aku sekarang jadi terlihat seksi. krn sering prokreasi? halah!! itu sih uji coba mbeling-nya aku. ada yang mau nyoba juga hayo... merasa ga pantes ya ga papa...Salam Damai,

G. Lini

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Romo dan rekans milist Apik,

Karena kebetulan saya sering beberapa kali ikut Misa Perkawinan yang dibawakan olah Rm.Susilo pr.- Kasatrya Baja Hitam , selalu kotbah di-isi dengan kata

TAHAN , singkatan dari

Terbuka satu dengan lainnya ,

Akui apa adanya baik - buruk pasangan anda ,

Hargai selalu pasangan anda,

Ampuni kesalahan pasangan anda dan akhirnya

N........ lupa lho , ntar kalau ingat di-sambung ya , sorry...

Salam,

Gunawan S.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Selamat pagi semuanya. saya hanya mo nambahin dari rekan gunawan yang lupa arti N
N = nasehati, apabila salah satu pasangan salah, kita harus selalu memberi
pandangan dan menasehatinya. Apa yg menjamin kalian saling membahagiakan selama-lamanyat ?. wah pertanyaan yg sangat bagus. kalo menurut saya yang menjamin adalah
cinta kasih kita untuk pasangan, keluarga , anak dan semuanya.
saya memang dulu waktu menerima perkawinan, pada waktu sebelum menerima
sakramen perkawinansaya di tanya sama Romo paroki : pernakah anda selama
berpacaran pernah bertengkar dgn pasangan anda ? bagaimana mengatasinya ?
jawabanya Cinta Kasih Terus terang waktu perkawinan saya, memang Romo Susilo memberi kotbah dengan diisi kata TAHAN. Selama saya menjalin keluarga saya selalu ingat kata TAHAN. kita berkeluarga memang masalah menambah banyak, tapi kita bisa
mengatasinya dan saling melengkapi apabila kita saling

T= Terbuka, dan pasti kita dalam kehidupan akan ada perubahan kita/istri tambah gemuk, dll kita harus menerima dia

A= apa adanya, pandangan dan pendapat pasti ada perbedaan tapi kita harus selalu

H= hargai, dan apabila diantara pasangan ada kesalahan kita hrs selalu mamaafkan dan yang salah berani untuk minta maaf

A= Ampuni , lalu untuk

N = nasehati seperti yg say tulis diatas

Berkah Dalem Gusti Yesus amin.

Danoe

------------------------------------------------------------------------------------------------

hiiiiiiiiiii....
kemarin aku kan udah njawab ya, bahwa di perkawinanku tuh seperti halnya hidup ini, gak pake jaminan seperti di pegadaian... hihihi... sebetulnya, itu hanya untuk menjelaskan bahwa kadang orang pikir,"aku bakal bahagia dalam perkawinan ini karena kamulah
suamiku, hai lelaki yang gagah ganteng penuh cinta kepadaku. aku sangat mencintaimu." itu kan sepertinya ada jaminan bakal bahagia.

Padahal gak gitu laaahh.... karena ganteng bisa berubah, gagah bisa berubah, cinta pun bisa berubah. sebetulnya, jaminan itu ada. sama, seperti halnya hidup ini,
jaminan itu adalah Tuhan. kalo kita jalani hidup ini dengan berpusat kepada Tuhan kan pasti bahagia to... maka demikian juga dengan perkawinan. Suamiku itu (adduuuhhh kaciaan deh mas Nang! gak bisa menjawab surat ini... hihihii....) sejak awal meniatkan
menjalankan perkawinan kami dengan berpusat kepada Tuhan. So, mo Ksatria Baja Hitam itu bener. karena TAHAN itu kan berpusat kepada Tuhan. TAHAN itu kan berakar dari kasih di korintus to.... yang sederhana aja, kasih itu tidak cemburu. Suamiku itu bilang percaya saja apapun yang saya lakukan di luar rumah. Dia percaya bahwa apapun yang saya lakukan bukan harus dipertanggungjawabkan kepadanya melainkan kepada Tuhan. Untuk itu dia tidak repot mikirin apakah saya selingkuh ato tidak sehingga dia bisa tenang dan nyaman. Dia percaya Tuhan akan melindungi kami. Amin.

salam, rin

------------------------------------------------------------------------------------------------

Dear Romo Blasius dan Apikers,

Sungguh pertanyaan yang telak dari Romo Blasius untuk para calon pasutri.
Jujur saja sayapun kalau ditanya seperti itu akan bingung untuk menjawabnya.

Disini saya akan sharing sedikit tentang hidup perkawinan saya. Kami menikah hampir 32 tahun yang lal, di karuniai 2 orang anak laki2 dan puji Tuhan keduanya telah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Anak2 kami masih tinggal serumah dan belum berkeluarga. Yang sulung bekerja di sebuah bengkel mobil dan rencananya tahun ini akan
segera menikah. Si bungsu meneruskan kuliahnya di ITV jurusan Arsitek karena dia menjadi Asisten Dosen di Unpar. Rencananya setelah semester terakhir ini akan
meneruskan kuliahnya di Fak. Filsafat Unpar, karena cita2 nya menjadi seorang Romo.

Secara umum, kami sekeluarga hidup berkecukupan meskipun sederhana. Setiap minggu kami selalu bersama ke Gereja dan setiap malam kami selalu makan malam bersama.

Bila terjadi masalah, kami selalu bersama untuk memutuskan apa yang akan dan harus dilakukan. Saat ini saya masih bekerja dan tahun depan akan menjalani pensiun.

Kami selalu saling membantu dalam setiap kesulitan dan berupaya agar kebahagiaan menjadi tujuan utama yang dapat dicapai dan dinikmati secara bersama dalam keluarga.

Sekedar catatan, menjelang akhir tahun 2004 lalu saya mengalami operasi mata sebanyak 3 kali dan hasilnya gagal, sehingga saat ini hanya mata kiri yang berfungsi.

Saya dapat menjalani semua cobaan yang sangat berat itu semata – mata hanya karena adanya dukungan dari istri dan anak2, serta keyakinan bahwa Tuhan akan selalu menolong.

Melalui pengalaman ini saya merasakan langsung apa yang menjadi pokok pembahasan yang dilontarkan oleh Romo Blasius. Kebahagiaan itu dapat dicapai secara bersama - sama dalam suatu keluarga, disertai keyakinan dan iman yang kuat kepada Tuhan.

Semoga bermanfaat.

Ign. Fadjar Surjadi – Bandung

------------------------------------------------------------------------------------------------

Dear Bp Fajar dan rekan-rekan terkasih,

Saya senang sekali membaca dan memperhatikan sharing pengalaman keluarga Bp
Fajar. Begitulah akhirnya, bukan kebahagiaan yang menjadi tujuan utama, melainkan kehadiran "cinta" itulah yang diwujudkan dengan membangun relasi satu sama lain dalam keluarga Bapak. Saya memberikan pertanyaan panduan itu agar para calon pasutri bisa lebih cepat memulai hidup pernikahan, bukan lagi dengan tujuan "kebahagian" melainkan mesti mewujudkan cinta itu dalam relasi antar anggota keluarga. Syukur kepada Allah, keluarga Bapak mau setia untuk membangun relasi itu, karena itu meski ada banyak kesulitan dan tidak selalu penuh dengan kemudahan, mulai lahir kebahagiaan. Bapak Fajar, terima kasih untuk sharing yang meneguhkan dan memperkaya wawasan kami.

salam hangat,

bslametlasmunadipr

Tidak ada komentar: