Senin, 20 Januari 2020

Siro Kamis, 16 January 2020

Bacaan Liturgi

Hari Biasa, Pekan Biasa I

Bacaan Injil
Mrk 1:40-45

Orang Kusta lenyap penyakitnya dan menjadi tahir.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus:

Sekali peristiwa, seorang sakit kusta datang kepada Yesus.Sambil berlutut di hadapan Yesus, ia memohon bantuan-Nya, katanya, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku."Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu, dan berkata kepadanya, "Aku mau, jadilah engkau tahir."Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. Segera Yesus menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras, kata-Nya, "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka."Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Yesus tinggal di luar kota di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.

Demikianlah Injil Tuhan.
=======================
SIRAMAN ROHANI                                                                                                                 
Kamis, 16 Januari 2020                                                                                                                    
RP Fredy Jehadin, SVD

Tema: Datanglah Pada Tuhan Maka Kita Akan Selamat!                                                      
Markus 1: 40 – 45

Saudara-saudari ... saya yakin, bahwa kita semua punya pengalaman iman, bagaimana Tuhan membantu kita di saat kita dengan penuh kepercayaan datang kepadaNya dan memohon belaskasihanNya untuk membantu kita. 
Izinkanlah saya untuk membagi pengalaman imanku. Tahun 1979, sewaktu saya masih di SMA kelas satu di Seminari Menengah Pius ke XII Kisol Manggarai Flores, salah satu dari gigi saya alami gangguan. Karena terlalu sakit, maka saya pergi meminta obat pada Pastor Leo Perik SVD, yang menangani obat untuk para seminaris.  Dia memberi saya obat penenang untuk seminggu. Karena waktu itu sudah dekat liburan, maka dia meminta saya supaya sewaktu liburan harus pergi ke dokter gigi untuk urusan selanjutnya. Dengan luguh dan sopan saya menjawabnya, “ya Pater!”. Pada waktu liburan, saya sungguh senang bertemu orangtua dan kakak-kakak. Saking senangnya, gigi yang tadinya sakit, kini tidak terasa sakit lagi. Karena itu saya tidak pergi mengunjungi dokter gigi. Sewaktu liburan selesai, bersama teman-teman, saya kembali ke seminari. Sesudah dua minggu di seminari gigi yang sama kembali kambuh. Waktu itu saya sungguh merasa takut bertemu Pastor Leo Perik. Saya berusaha menahan sakitnya, tetapi pada satu sore, karena terlalu sakit, saya harus pergi meminta obat. Saya masuk ke kamar obat. Di sana Pastor Leo berdiri di samping lemari obat. Saya menyapanya dengan sopan, “Pater, selamat malam.” Ya...selamat malam. Fredy sakit apa? Tanya beliau. Dengan suara sangat halus penuh ketakutan saya katakan: “Sakit gigi Pater!” Mendengar jawaban saya, beliau dengan suara tinggi dan galak katakan: “Sakit gigi? Waktu libur tidak pergi lihat dokter gigi?” Dengan jujur saya katakan: “Saya tidak pergi lihat dokter gigi, karena selama libur saya tidak merasakan sakitnya.”  “Ok... mulai malam ini, engkau harus bayar obat, satu biji obat, Rp 100.” Kata Pastor Perik. Dengan gementar saya menjawabnya, “Baik Pater!” Sewaktu saya keluar dari kamar obat, saya merasa sangat sedih. Saya sudah membayangkan, berapa banyak obat yang akan saya minum dan apakah orangtua saya sanggup membayar uang obat ini? Uang sekolah dan asrama saja sudah sulit dicari. Orangtua saya adalah petani sederhana. “Tidak...saya tidak mau minum obat, saya harus serahkan diriku kepada Tuhan, biarkan Tuhan yang menyembuhkan sakitku.” Kataku kepada diriku sendiri.  Malam itu juga saya langsung pergi ke gua Maria di belakang Kapela seminari. Di depan patung Maria saya berlutut...saya serahkan diriku kepadanya. Saya meminta dia untuk mendoakan saya. Saya katakan kepadanya sambil mencucurkan air mata: “Bunda, saya sakit gigi...malam ini Pater Leo meminta saya untuk membayar setiap obat yang saya terima dari padanya. Bunda, Orangtua saya sangat sederhana, di depan matamu saya buang obat ini (Saya membuang 10 biji obat itu) dan saya serahkan diriku padamu dan tolonglah saya  Bunda, mintalah pada Puteramu, sentuhlah gigiku yang sakit ini agar sembuh kembali.”  Apa yang terjadi selanjutnya? Gigiku yang sakit itu sembuh, baru kambuh kembali di tahun 1983 sewaktu saya sudah di seminari Tinggi. Sungguh satu pengalaman iman yang tidak pernah saya lupa. Saya sungguh percaya, bahwa kalau kita berdoa dengan penuh iman sambil menggugurkan air mata dan luapkan semua isi hati kita kepada Tuhan, maka sudah pasti permintaan kita akan dikabulkan.

Saudara-saudari... Hari ini, si kusta yang sudah lama diasingkan, dengan penuh kepercayaan datang kepada Yesus dan dengan rendah hati, berlutut dihadapan Yesus, memohon belaskasihanNya, katanya: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Ia percaya pada kuasa Yesus Kristus. Ia juga tidak memaksa Yesus untuk menyembuhkan dia; ia sadar akan statusnya sebagai orang buangan; orang yang sudah dikucilkan dari masyarakat; orang yang hanya menanti kematian; orang yang sudah tidak punya arti di depan mata orang sehat. Ia sudah mencap dirinya sebagai orang yang tidak punya harga diri dan tidak punya harapan akan dibantu oleh orang sehat. Tetapi karena berkat imannya yang sangat kuat akan kebaikan Tuhan, Ia tetap berani datang mendekat, walaupun hal itu sudah melawan ajaran agama dan adat istiadat Yahudi.
Tetapi bagi Yesus, entah sehat atau sakit semuanya punya arti dan punya harga diri. Yesus tahu baik apa maksud kedatangannya ke dunia ini, Ia datang untuk menyelematkan, menyembuhkan dan membimbing manusia agar kembali kepada Allah. Yesus menjawabi permohonan si kusta dengan penuh sukacita. Ia mentahirkan dia.

Saudara-saudari...  Siapakah si kusta dalam ceritera ini? Si kusta adalah kita, yang mungkin secara rohani alami sakit karena kesalahan dan dosa kita. Karena dosa, kita merasa jauh dari komunitas Allah. Atau mungkin secara fisik kita alami sakit; atau mungkin secara social kita ditolak oleh sesama.

Marilah saudara-saudari… Hari ini kita ikuti tingkah laku si kusta. Datanglah kepada Tuhan: bertekuk lututlah di hadapan Tuhan dan luapkanlah segala isi hati kita kepadaNya. Percayalah sungguh-sungguh, bahwa Dia pasti menyambut kita dan menjamah kita. Dia pasti akan menyelamatkan kita.  

Bersama Bunda Maria kita berdoa: Tuhan, gerakanlah hati kami dan berilah kami kekuatan supaya sanggup datang kepadaMu agar kami boleh dijamah oleh kuasa dan kekuatanMu sehingga kami bisa kembali mendapat kekuatan baru dan selamat. Doa ini kami sampaikan dalam nama Kristus Tuhan kami. Amin.

Tidak ada komentar: